Pewarna Karmin - Pewarna Alami dari Serangga
Pewarna Karmin - Pewarna Alami dari Serangga - Dewasa kini, banyak sekali ditemukan berbagai produk makanan
atau jajanan yang menggunakan pewarna makanan. Penambahan pewarna makanan ini
bertujuan untuk membuat produk makanan tersebut lebih menarik sehingga
memberikan daya tarik kepada konsumen untuk membelinya, bahkan penambahan
pewarna tersebut juga dapat meningkatkan selera makan dari konsumen. Penambahan
pewarna pada produk makanan sudah menjadi suatu hal yang biasa di kalangan
masyarakat Indonesia, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan yang wajib
ditambahkan pada berbagai produk makanan.
Warna merupakan salah satu faktor sensori yang dipakai oleh
manusia untuk menilai suatu produk atau keadaan lingkungan. Dengan melihat suatu warna
manusia dapat merasa senang, suka, tidak suka, kecewa atau marah. Orang akan
merasa senang jika minggu pagi langit berwarna biru cerah, dan sebaliknya akan
kecewa jika warna langit berubah menjadi kelabu. Begitu pula halnya dengan
warna pakaian, warna interior rumah dan warna barang-barang konsumsi dapat
menimbulkan berbagai macam perasaan.
Khususnya
dalam hal makanan, warna mempunyai tempat tersendiri yang cukup penting dalam
penilaian kosumen. Hasil suatu penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan
menempati urutan kedua dari kriteria penilaian, yaitu setelah kesegaran
makanan. Selanjutnya baru diikuti oleh bau, rasa, komposisi, nilai gizi dan
seterusnya.
Warna merah merupakan salah satu warna yang dapat
menarik perhatian, banyak berbagai produk makanan yang menggunakan warna merah.
Pewarna makanan dapat berasal dari alami maupun buatan. Warna merah bisa
didapat dari tanaman seperti, beat, rosella, dan buah naga. Namun warna dari
tanaman biasanya tidak dapat bertahan lama dan untuk mendapatkannya dibutuhkan
jumlah yang tidak sedikit. Kini telah banyak digunakan pewarna merah lainnya
yaitu pewarna Karmin. Pewarna ini berasal dari sejenis serangga yang diekstrak
dan menghasilkan warna merah yang lebih pekat dan tahan lama.
Apa Itu Pewarna Karmin?
Zat
pewarna merah Karmin adalah zat pewarna seri E 120. Zat pewarna tersebut
dihasilkan dari negara Peru, Spanyol, dan Ghana, yang berasal dari kutu daun
(Dactylopius coccus) subordo Sternorrhyncha yang diternakkan pada kaktus genus
Opuntia.
Pewarna
ini dimiliki oleh suku Aztec yang menggunakannya secara luas dalam kehidupan
mereka sejak abad ke 14. Pewarna ini merupakan salah satu komoditas utama dari
kebudayaan mereka. Beberapa daerah bahkan membayar pajak dalam bentuk panen
serangga cochineal. Setelah kedatangan bangsa Spanyol budidaya secara besar-besaran
dimulai di wilayah Meksiko, Peru dan sekitarnya. Pewarna ini kemudian
diperdagangkan secara luas dari Amerika, Eropa hingga India.
Sebelum abad pertengahan bangsa Eropa sudah mengenal
beragam pewarna yang berasal dari tanaman tetapi warna yang dihasilkan
cenderung pucat dan mudah luntur. setelah beberapa kali pencucian atau terkena
hujan, kain atau pakaian yang diberi warna akan mengalami banyak pemudaran.
pakaian berwarna merah cabai misalnya akan terlihat seperti merah muda atau
pink setelah dicuci. Kemudian
datanglah Spanyol dengan pewarna carmine yang
menghasilkan warna yang jauh lebih mencolok, dan yang
terpenting tahan lama. Zat pewarna yang dihasilkan oleh carmine tidak mudah
luntur ketika terkena air atau dicuci. Keunggulan yang dimilikinya dibandingkan
dengan pewarna biasa membuat harganya sangat mahal,
Bubuk Karmin
Walaupun mahal tetapi warna adalah salah satu media
penunjuk status sosial tersendiri bagi pemakainya. Pada saat itu warna pakaian
yang jarang ada, unik ataupun langka akan membuat prestise pemakainya semakin
tinggi. Karena itu raja dan kaum bangsawan tetap membutuhkan pewarna carmine
tersebut. Bisnis pewarna tersebut sangat menjanjikan sehingga banyak yang mencoba
mencuri rahasiannya dari bangsa spanyol. Mereka tahu jika pewarna tersebut berasal dari
dunia baru, tepatnya Amerika selatan. tetapi mereka dibuat kebingungan karena
serpihan carmine yang mereka miliki sulit diidentifikasi, apakah bahan tersebut
berasal dari tanaman, bahan tambang. Pada masa tersebut bahkan dengan bantuan
mikroskop sekalipun rahasia dari pewarna Spanyol masih terus diperdebatkan. Selama
300 tahun tercatat hanya ada beberapa orang yang berhasil menemukan rahasianya
tetapi tidak ada yang mampu memproduksi pewarna tersebut sesuai harapan. karena
carmine ternyata dibuat dari bagian-bagian dari serangga yang bernama cochineal.
Serangga Cocchineal
Sejenis serangga yang berukuran sangat kecil dan hidup
dengan mengkonsumsi daun dari suatu jenis kaktus tertentu. Walaupun kaktusnya
dapat dipindahkan tetapi cochineal sangat rawan terhadap perbedaan iklim dan
kelembaban sehingga sangat rapuh apabila dipindahkan ke luar dari lingkungan
aslinya sehingga hanya produktif di wilayah aslinya yang tandus dan gersang.
Sifat Pewarna Karmin
Rumus
Struktur Karmin C22H20O13
Zat warna
ini berasal dari serangga, seperti Kermes vermilio, Porphyrophora polonica,
Porphyrophora hamelii, Dactylopius coccus. Memiliki pigmen yang berupa
antrakuinon. Pigmen tersebut larut air, sehingga dapat diekstraksi dengan air
ataupun alkohol konsentrasi rendah. Pigmen utama (95%) pada cochineal adalah
asam karminat yang merupakan ikatan C-gikosida.
Warna
dari asam karminat dalam larutan berubah berdasarkan pH, dipengaruhi gugus
fenolik. Pada pH rendah asam karminat berwarna merah, berubah menjadi warna
merah pada keadaaan sedikit asam dan pH netral, dan akhirnya menjadi ungu pada
larutan alkali. Asam karminat memiliki kemampuan untuk membentuk khelat dengan
ion logam, terutama alumunium dan kalsium. Bentuk khelat ini disebut Karmin.
Rentang
warna dari karmin adalah merah hingga violet. Perubahan warna pada karmin tidak
bergantung pH. Karmin larut dalam larutan alkali, netral dan sedikit asam,
tetapi dapat menimbulkan presipitasi pada pH rendah. Meskipun demikian, dapat
dilarutkan dengan asam hidroklorat dengan pemanasan. Karmin tidak larut air,
stabil terhadap pemanasan dan cahaya. Sedangkan asam karminat tidak stabil
terhadap pemanasan dan cahaya.
Proses Pembuatan Pewarna Karmin
Serangga
Cocineal menghabiskan seluruh hidupnya di atas bantalan kaktus tak berduri.
Hewan ini melindungi dirinya dari para predator dengan mengeluarkan senyawa
semacam lilin berbentuk bubuk. Bahan yang halus ini menyelimuti serangga itu
dan berfungsi sebagai rumahnya. Dan, hal itu juga membuat serangga ini mudah
dikenali pada musim panen. Hanya Cocineal betina yang mengandung pigmen merah,
"asam carmine".
Cocineal yang hamil mengandung konsentrasi asam carmine tertinggi. Pemanenan dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu tujuh bulan. Cocineal diambil dari tanaman kaktus dengan menggunakan kuas yang kaku atau dikeruk dengan pisau tumpul. Setelah dikeringkan, dibersihkan dan dilumatkan, tubuh-tubuih serangga yang sudah bubuk ini dididihkan di dalam larutan Ammonia atau Sodium karbonat. Bagian yang padat dari serangga ini kemudian disaring, sehingga didapat cairan yang murni. Selanjutnya ditambahkan alum untuk membentuk garam aluminium. Senyawa pewarna yang berwarna merah terang yang bersumber dari garam aluminium dari asam karminik, dan kapur dapat ditambahkan untuk menghasilkan gradasi warna ungu.
Penggunaan Pewarna Karmin
- Pewarnaan pada histologi.
- Studi dengan spektroskop.
- Pewarna tekstil.
- Cat.
- Pewarna makanan : Jus, es krim, yogurt, permen.
- Pewarna kosmetik : eyeshadow dan lipstik.
Beragam Produk dengan Pewarna Karmin
·
Karmin CI. No. 75470 (Carmines)
INS. 120
ADI : 0-5 mg/kg berat badan
Sinonim : Carmine; cochineal carmine; C.I. Natural red
4; hydrated aluminium chelate of carminic acid
(7-beta-D-glucopyranosyl-3,5,6,8-tetrahydroxy-1-methyl-9,10-dioxo-anthracene-2-carboxylic
acid)
Fungsi lain : -
·
Ekstrak cochineal CI. No. 75470 (Cochineal extract)
INS. 120
ADI : Tidak dinyatakan (No ADI Allocated)
Sinonim : C.I.Natural red 4,
7-beta-D-glucopyranosyl-3,5,6,8-tetrahydroxy-1-methyl-9,10-dioxoanthracene-2-carboxylic
acid
Fungsi lain : -
Status Kehalalan Pewarna Karmin
Di
kalangan ahli fikih, ada yang membolehkan dan mengharamkan penggunaan serangga
sebagai bahan pewarna. Mazhab Syafi’i termasuk yang mengharamkan pemanfaatan
serangga untuk bahan konsumsi. Zat pewarna yang diambil dan dibuat dari yang
haram, maka hukumnya haram pula. Berarti produk pangan, obat-obatan, dan
kosmetika yang menggunakan zat pewarna dari Cochineal haram dikonsumsi umat.
Abu
Hanifah memiliki pandangan yang sama dengan Imam Syafi’i berkenaan dengan
serangga. Menurut mereka, serangga hukumnya haram karena termasuk khabaits,
yaitu hewan yang menjijikkan. Dalilnya, “… Dan Ia (Rasulullah) mengharamkan
yang khabaitsatau menjijikkan.’’ (QS al-Araf: 157).
Pendapat
imam mazhab lain dalam kitab fikih menyatakan, serangga itu disebut hasyarat.
Binatang dibagi menjadi dua kategori, yaitu ada yang darahnya mengalir ( Laha
damun sailun), dan yang tidak mengalir (Laisa laha damun sailun). Menurut para
fuqaha, serangga yang darahnya mengalir, maka bangkainya adalah najis.
Sedangkan yang darahnya tidak mengalir, bangkainya dinyatakan suci. Imam Malik,
Ibn Layla, dan Auza’i memiliki pendapat yang sama bahwa serangga itu halal
selama tidak membahayakan.
Cochineal
termasuk jenis serangga yang aman dan tidak membahayakan. Oleh karenanya, zat
pewarna yang dihasilkan Cochineal hukumnya halal sehingga dapat dipergunakan
untuk pewarna produk konsumsi. Para ulama fikih juga sepakat, bangkai serangga
yang darahnya tidak mengalir itu suci. Dengan demikian, pemanfaatan serangga
Cochineal tersebut jelas tidak ada masalah.Untuk mempertegas lagi sebagian
ulama memandang, Cochineal sejenis belalang.
Sedangkan,
para fuqaha telah sepakat bahwa belalang adalah serangga yang hukumnya halal
berdasarkan ketetapan dari hadis Nabi SAW. Pandangan para imam dan fuqaha
menjadi referensi para ulama saat pembahasan kehalalan Cochineal di Komisi
Fatwa MUI. Didukung penjelasan secara perinci dari pakar serangga mengenai
Cochineal tersebut, akhirnya para ulama di Komisi Fatwa MUI sepakat menetapkan
fatwa halal untuk bahan produk pewarna makanan minuman dari serangga Cochineal.
Beberapa
pertimbangan yang menjadi landasan Komisi Fatwa MUI, di antaranya serangga
Cochineal yang dimaksud di sini adalah serangga yang hidup di atas kaktus yang
makan pada kelembapan dan nutrisi tanaman. Pertimbangan lainnya, serangga jenis
ini mengandung nilai manfaat dan kebaikan bagi manusia. Tidak berbahaya dalam
mengonsumsinya, dan tidak diketahui adanya racun yang membahayakan dari
Cochineal. Darah dari Cochineal masuk dalam kategori tidak mengalir. Secara
hewani menjadi qiyas atau dianalogikan Cochineal mempunyai kedekatan dan
kesamaan dengan belalang yang dihalalkan secara nash.
Daftar Pustaka
LPOM MUI. “Hukum Zat Pewarna Makanan Dari Serangga“ http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/48/2270
(Diakses pada tanggal 8 April 2018)
Martosupono,
Martanto. “ Zat Pewarna Karmin” .http://biosmagz.com/?p=203. ( Diakses pada
tanggal 6 April 2018)
Mustiko Arto, Yosafat. “Zat
Pewarna Makanan”. http://mustikaartajaya.blogspot.co.id/2015/09/zat-pewarna-makanan.html. (Diakses pada tanggal
6 April 2018)
Riata, Rita. “Zat Warna Alami”.http://ritariata.blogspot.co.id/2010/03/zat-warna-alami.html (Diakses pada
tanggal 8 April 2018)
Riskian, Aditya. “Cochineal dan Sejarah Warna Merah.” http://aditzanime.blogspot.co.id/2011/04/cochineal-dan-sejarah-warna-merah.html (Diakses pada tanggal
8 April 2018)
Sr, Andy. “Pewarna Merah Seharga Emas Dalam Sejarah”. https://updatesejarah.blogspot.co.id/2016/05/pewarna-merah-carmine-cochineal.html. (Diakses pada
tanggal 7 April 2018)
Susanto,
Dedi. “Karmin (Carmine)”.http://kimiabiologi80.blogspot.co.id/2017/12/karmin-carmine.html. (Diakses pada tanggal
6 April 2018)
MasyaAllah.. Sungguh.. Menakjubkan dibaca mata... Lengkap materinya.. It's the best blog. Very perfect💯✨
BalasHapusSungguh lengkap dan sangat bermanfaat semoga semakin jaya💪💪👍
BalasHapusAssalamu'alaikum kak.. mohon izin untuk menshare yaa kak.. terimakasih
BalasHapus