Kemasan Antimikroba Untuk Permasalahan Umur Simpan Daging




Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dirilis pada 2018, konsumsi daging pada masyarakat Indonesia pada 2017 baru mencapai rata-rata 1,8 kg untuk daging sapi, 7 kg daging ayam, 2,3 kg daging babi, dan 0,4 kg daging kambing. Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi. Kerusakan daging sapi disebabkan karena mikroba seperti perubahan bentuk, adanya lendir, perubahan tekstur, menimbulkan bau dan rasa. Di pasar tradisional misalnya, daging yang dijajakan secara terbuka pada suhu ruang tanpa menggunakan kemasan, memungkinkan konsumen memilih daging ayam dengan cara memegangnya. Hal tersebut menyebabkan daging ayam dapat terkontaminasi
Untuk menjaga kualitas daging maka dapat dilakukan dengan cara teknik pengemasan. Berdasarkan hasil penelitian oleh Irawati dan Yetti (2014) dimana dilakukan terhadap sampel yang telah diberi perlakuan dan didiamkan selama 6 jam di meja penjualan daging ayam di Pasar Ciroyom Kota Bandung, diketahui bahwa daging ayam yang diberi perlakuan dengan cara dikemas dengan jenis plastic PE (Polyethilen) diperoleh rata- rata angka kuman dari 6 kali pengulangan sebesar 1,9888 X 104 koloni/gr, sedangkan pada daging ayam yang dibungkus oleh PP (Polypropylen) dan plastic Wrap masing-masing diperoleh rata-rata angka kuman sebesar 1,353 X 104 koloni/gr dan 1,7 X 104 koloni/gr. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dengan pengemasan membantu untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Maka dari itu, tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pedagang-pedagang di pasar tradisional guna meningkatkan daya tahan daging ayam maupun daging sapi adalah menutup atau mengemas daging dengan plastik seperti jenis PE (Polyethilen). 
Saat ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah teknik pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa menggunakan bahan pengawet. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pedagang-pedagang di pasar tradisional guna meningkatkan daya tahan daging ayam maupun daging sapi adalah menutup atau mengemas daging dengan plastik. Pengemasan daging memegang peranan penting dalam mencegah atau mengurangi kerusakan oleh mikroorganisme serta gangguan fisik. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain diantaranya mudah dibentuk, tidak korosif, praktis, permeabilitas terhadap O2 rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas. Pada beberapa dekade terakhir, salah satu perkembangan yang cukup inovatif dalam kemasan pangan adalah kemasan cerdas (intelligent packaging). Kemasan cerdas dirancang untuk dapat memonitor kondisi pangan yang dikemas atau lingkungan disekeliling pangan. Berbeda dengan kemasan “konvensional” pada umumnya yang hanya memberikan informasi tentang produk itu sendiri (seperti produsen, tanggal kadaluarsa, komposisi). Sehingga konsumen benar – benar dapat mengetahui kondisi produk pangan yang mereka beli. 
Teknologi pengemasan bahan pangan yang modern mencakup pengemasan aktif (Active Packaging) bertujuan untuk semaksimal mungkin meningkatkan keamanan dan mutu bahan sebagaimana bahan alaminya. Kemasan aktif merupakan kemasan yang dirancang dapat memperpanjang umur simpan (shelf-life) atau untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi pangan yang dikemas. Konsep pada teknologi ini adalah dengan menambahkan komponen tertentu ke dalam sistem kemasan yang dapat melepaskan atau menyerap zat – zat tertentu dari atau ke dalam pangan yang dikemas atau lingkungan disekitarnya. Sedangkan kemasan cerdas mampu menjalankan fungsi cerdas seperti penginderaan, mendeteksi, melacak, merekam dan mengkomunikasikan kualitas atau kondisi pangan sepanjang rantai pangan (termasuk selama transportasi dan penyimpanaan).
Kemasan aktif yang dapat diaplikasin pada produk daging adalah kemasan antimikroba. Produk daging merupakan media yang sangat cocok bagi pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme. Pertumbuhan mikroba mempercepat perubahan aroma, warna dan tekstur dari pangan yang akan mengakibatkan pemendekan umur simpan dan peningkatan risiko keracunan makanan. Penggunaan kemasan antimikroba dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dan keamanan pangan. Kemasan antimikroba dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kemasan yang mengandung bahan antimikroba yang dapat bermigrasi ke permukaan pangan sehingga kontak dengan pangan dan antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan mikroba di permukaan pangan tanpa adanya migrasi. Oleh karena itu, kemasan antimikroba efektif untuk produk pangan dimana kontaminasi mikroba terjadi pada bagian permukaan.

Adapun aplikasi kemasan antimikroba telah diterapkan dipasaran seperti Perusaham Viske Co. (sekarang bagian dari Curwood Bennis Corporation) telah mempublikasikan penggunaan antimikroba alami pada bahan pengemas untuk produk daging. Agen-agen antimikroba tersebut secara alami diisolasi dari bahan-bahan nabati dan hewani, seperti ekstrak rempah-rempah cinnamon, allspice (rempah campuran), cengkeh, thyme rosemary, oregano, bawang merah, bawang putih, lobak, mustard dan horseradish, serta polipeptida nisin, natamicin, pediocin, dan berbagai bakteriocin. Salah satu produknya yang telah ditetapkan dalam US Patent adalah kemasan edible jZm dari selulosa atau alginat yang mengandung pediocin atau nisin untuk menghambat Listeria monocytogenes pada daging ayam, kalkun dan sapi (Brody et al., 2001). Penggunaan ekstrak tanaman (minyak esensial) dan senyawa aktifnya sebagai aditif antimikroba untuk polimer makanan terus dikembangkan, karena diklasifikasikan sebagai GRAS (genera & recognized as safe, aman untuk dikonsumsi), prosesnya yang mudah dan lebihh disukai konsumen.
Anti mikroba dari bahan-bahan alami tersebut dapat dibuat menjadi antimicrobial addictive yaitu  antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan mikroba di permukaan pangan tanpa adanya migrasi. Antimicrobial addictive dapat diproduksi oleh produsen khusus dalam skala besar kemudian dipasarkan ke masyarakat secara komersil agar mudah diperoleh masyarakat. Sehingga pedagang-pedang daging di pasar tradisional dapat menggunakan antimicrobial addictive yang disimpan bersamaan dengan produk daging yang dikemas dengan plastik. Adapun manfaat antimikroba ini tidak hanya untuk memperpanjang umur simpan tetapi juga menjamin keamanan pangan bagi konsumen, selain itu daging yang telah dikemas meminimalisir penggunaan kantong plastik berlebih. 

Adapun aplikasi kemasan antimikroba telah diterapkan dipasaran seperti Perusaham Viske Co. (sekarang bagian dari Curwood Bennis Corporation) telah mempublikasikan penggunaan antimikroba alami pada bahan pengemas untuk produk daging. Agen-agen antimikroba tersebut secara alami diisolasi dari bahan-bahan nabati dan hewani, seperti ekstrak rempah-rempah cinnamon, allspice (rempah campuran), cengkeh, thyme rosemary, oregano, bawang merah, bawang putih, lobak, mustard dan horseradish, serta polipeptida nisin, natamicin, pediocin, dan berbagai bakteriocin. Salah satu produknya yang telah ditetapkan dalam US Patent adalah kemasan edible jZm dari selulosa atau alginat yang mengandung pediocin atau nisin untuk menghambat Listeria monocytogenes pada daging ayam, kalkun dan sapi (Brody et al., 2001). Penggunaan ekstrak tanaman (minyak esensial) dan senyawa aktifnya sebagai aditif antimikroba untuk polimer makanan terus dikembangkan, karena diklasifikasikan sebagai GRAS (genera & recognized as safe, aman untuk dikonsumsi), prosesnya yang mudah dan lebihh disukai konsumen.

Anti mikroba dari bahan-bahan alami tersebut dapat dibuat menjadi antimicrobial addictive yaitu  antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan mikroba di permukaan pangan tanpa adanya migrasi. Antimicrobial addictive dapat diproduksi oleh produsen khusus dalam skala besar kemudian dipasarkan ke masyarakat secara komersil agar mudah diperoleh masyarakat. Sehingga pedagang-pedang daging di pasar tradisional dapat menggunakan antimicrobial addictive yang disimpan bersamaan dengan produk daging yang dikemas dengan plastik. Adapun manfaat antimikroba ini tidak hanya untuk memperpanjang umur simpan tetapi juga menjamin keamanan pangan bagi konsumen, selain itu daging yang telah dikemas meminimalisir penggunaan kantong plastik berlebih. 

Untuk mewujudkan penggunaan kemasan aktif ini dimasyarakat maka perlu ada dorongan dari pemerintah. Dalam hal ini adalah membuat regulasi terkait kemasan antimikroba dari mulai persyaratan, produksi, penggunaan hingga keamanannya.  Seperti di Uni Eropa telah memiliki regulasi terkait keamanan penggunaan kemasan aktif dan kemasan cerdas dalam Regulation 1935/2004/EC dan 450/2009/EC. Peraturan tersebut mengatur persyaratan khusus dan penjualan kemasan aktif dan kemaan cerdas yang akan kontak dengan pangan. System kemasan aktif dan kemasan cerdas harus dievaluasi terlebih dahulu oleh European Food Safet Authority. 
Indonesia sendiri dapat mengikuti kebijakan tersebut. Di Indonesia sendiri telah banyak penelitian-penelitian terkait kemasan aktif dan kemasan pintar terutama dengan menggunakan bahan alami. Untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut bisa dikaji dan dievaluasi lagi oleh lembaga berwenang seperti BPOM. Kemudian melibatkan peran lembaga pemerintah daerah seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk mensosialisasi akan pentingnya menerapkan kebersihan dan kualitas pangan dengan cara membiasakan penggunaan kemasan dan sosialisasi maanfaat penggunaan antimikrobial addictive.  Perubahan kebiasaan tentunya membutuhkan waktu dan proses, namun penulis berharap adanya sinergi antara pemerintah dan akademisi terkait kemasan antimikroba ini dapat diwujudkan dikehidupan masyarakat. 








Referensi :
Dwi Retno Widiastuti, ST. 2016. Kajian Kemasan Pangan Aktif Dan Cerdas (Active And Intelligent Food Packaging. Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Irawati, Nina, Neneng Yetty Hanurawaty.2014. Penggunaan Kemasan Plastik Jenis PE (Polythylen), PP (Polypropylen) dan Plastik Wrap terhadap Angka Kuman pada Daging Ayam. Jurnal Kesehatan Volume 13, Nomor 1, April 2014




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pewarna Karmin - Pewarna Alami dari Serangga

Valour Smart Bike - Sepeda Pintar yang Mampu Merekomendasikan Rute